Menghidupkan
kecintaan kepada Nabi Muhammad saw
“Ya Rasulullah, sungguh engkau
lebih kucintai daripada diriku, dan anakku,” kata seorang sahabat suatu hari
kepada Rasulullah Muhammad saw. “Apabila aku berada di rumah, lalu kemudian
teringat kepadamu, maka aku tak akan tahan meredam rasa rinduku sampai aku
datang dan memandang wajahmu. Tapi apabila aku teringat pada mati, aku merasa
sangat sedih, karena aku tahu bahwa engkau pasti akan masuk ke dalam surga dan
berkumpul bersama nabi-nabi yang lain. Sementara aku apabila ditakdirkan masuk
ke dalam surga, aku khawatir tak akan bisa lagi melihat wajahmu, karena
derajatku jauh lebih rendah dari derajatmu.”
Mendengar kata-kata sahabat yang
demikian mengharukan hati itu, Nabi tidak memberi sembarang jawaban sampai malaikat
Jibril turun dan membawa firman Allah berikut: “Dan barang siapa
yang mentaati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah; yaitu nabi-nabi, para
shiddiqin, syuhada dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya.” (QS. 4:69)
Mencintai Rasulullah adalah
sebuah prinsip dan kewajiban dalam agama Islam, bukan sebuah pilihan yang
notabenenya adalah mau atau tidak. Terhadap Muhammad, seorang Muslim harus
menyimpan rasa cinta betapapun kecilnya. Karena cinta merupakan dasar dan
landasan yang bisa mengantar seseorang pada pengetahuan dan keikutsertaan. To
know Indonesia is to love Indonesia, begitu kata sebuah iklan yang
mempromosikan Indonesia.
Untuk bisa “tahu” terlebih dahulu harus menyimpan rasa “cinta”.
Cinta memang duduk sebagai
sebuah landasan untuk mengetahui siapa Muhammad saw. Karena itu cinta kepada
Muhammad bukan hanya sunat, tapi wajib, yang
darinya seorang Muslim akan bisa mengenalnya lalu kemudian mencerminkan diri
padanya. “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya,” begitu
pesan Nabi. Cinta memang laksana air mengalir yang memindahkan seluruh sifat
dan karakter si kekasih kepada yang men-cintainya.
Ketika Allah mewajibkan umat
manusia untuk mencintai Nabi Muhammad, maka instruksi tersebut jelas bukan
sebuah perintah tanpa tujuan. Karena mustahil Allah akan memerintahkan sesuatu
yang sia-sia. Tetapi tujuan tersebut juga bukan sesuatu yang kepentingannya
akan kembali kepada Allah atau Rasul-Nya, karena Allah Swt Mahakaya dari butuh
pada sesuatu; dan Rasul-Nya juga tidak butuh pada interes tertentu. Dengan
demikian mencintai Rasulullah adalah sebuah perintah yang manfaatnya
semata-mata untuk kepentingan manusia itu sendiri. Lalu, apa manfaat dari mencintai
Rasulullah?
Ada manfaat yang
instant dan yang jangka panjang. Di antara manfaat yang segera akan kita
rasakan adalah terpautnya hati pada pribadi Muhammad saw. Apabila kita jujur
dalam mencintai Muhammad, maka hati kita akan merindukan Muhammad; sama persis
seperti tokoh kita di atas merindukan Rasulullah. Bedanya adalah dia bisa
mengobati rindunya dengan mendatangi Muhammad secara langsung, sementara kita
mengobati rindu dengan hanya menye-butnyebut namanya. “Barang siapa mencintai
sesuatu maka dia akan menyebut-nyebutnya,” kata Imam `Alî bin Abî Thâlib kw.
Apabila kita jujur dalam
mencintai Muhammad saw, maka jiwa kita akan terbentuk dan tercermin pada jiwa
Muhammad saw. “Bukti cinta adalah mendahulukan sang kekasih di atas selainnya,”
begitu kata Imam Ja’far al-Shadiq as.
Apabila kita jujur mencintai
Muhammad, maka kita akan berupaya mencari tahu segala sesuatu tentang dirinya;
kehidupan pribadinya, kehidupannya dalam keluarga, dengan sesama saudara,
dengan lingkungannya, dan lain sebagainya. Apabila kita ingin mengetahui
sejarah Muhammad dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pribadi manusia yang
agung ini, hendaklah diawali dengan rasa cinta terlebih dahulu. Apabila sudah
tertanam rasa cinta, maka akan timbul sikap sungguh-sungguh untuk mengetahuinya
secara akurat dan mendalam. Pengetahuan yang tidak dilandasi pada dasar cinta
akan berakibat rancu, setengah-setengah dan kurang sempurna. Dari situ kita
akan mengetahui mengapa Allah Swt mewajibkan kita untuk mencintai Muhammad saw,
bahkan sebelum kita mengetahuinya sekalipun.
Di antara manfaat jangka panjang
dari rasa cinta kita pada Muhammad saw adalah seperti yang difirmankan oleh
Allah Swt dalam surat yang kita kutip di atas; bahwa dia kelak akan bersama
para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang saleh. Bahkan dalam sebuah hadis
Nabi saw bersabda: “Cinta padaku dan cinta pada Ahli Baitku akan membawa
manfaat di tujuh tempat yang sangat mengerikan: di saat wafat, di dalam kubur,
ketika dibangkitkan, ketika pembagian buku-buku catatan amal, di saat hisab, di
saat penimbangan amal-amal dan di saat penitian shirat al-mustaqim.”
Cinta Murni dan Cinta SemuAda jenis kategori cinta. Pertama, cinta yang berakhir dengan kebosanan. Untuk ini kita sebut saja dengan cinta semu. Kita cinta pada dunia, harta, anak-istri dan sebagainya. Cinta kita pada mereka tidak selamanya meluap-luap bak api membara. Ada saatnya cinta kita redup, bahkan kadang-kadang mati sama sekali. Kita mencintai anak kandung kita. Tapi apabila tiba-tiba dia durhaka pada orangtua, maka cinta bisa berbalik murka. Kita cinta pada dunia kita, yang halal tentunya. Tapi kadang-kadang timbul kebosanan sedemikian rupa sehingga kita meninggalkannya secara total. Cinta seperti itu adalah cinta semu, sebuah cinta yang berakhir pada kebosanan.
Kedua, cinta murni. Jenis cinta
ini adalah cinta yang senantiasa hangat dan membara. Dengan cinta itu dia
mengejar kekasihnya, melakukan sesuatu karena kekasihnya, bahkan mau mati
semata-mata karena kekasihnya. Cinta seperti ini adalah cinta yang tidak pernah
bosan dan berakhir. Cinta murni adalah sebuah cinta yang terbit untuk Allah
Swt. Imam `Alî berkata: “Cinta pada Allah adalah api yang membakar segala
sesuatu yang dilewatinya.”
Karena cinta pada Allah, maka orang-orang mukmin mau mati di jalan-Nya. Cinta pada Allah memang bisa membakar setiap usaha yang menghalanginya. Imam al-Shadiq berdoa: “Ya Sayyidi, aku lapar dan tidak pernah kenyang dari mencintaiMu; aku haus dan tidak pernah puas dari mencintai-Mu. Oh. betapa rindunya pada Dia. Yang melihatku tapi aku tidak melihat-Nya.”
Karena cinta pada Allah, maka orang-orang mukmin mau mati di jalan-Nya. Cinta pada Allah memang bisa membakar setiap usaha yang menghalanginya. Imam al-Shadiq berdoa: “Ya Sayyidi, aku lapar dan tidak pernah kenyang dari mencintaiMu; aku haus dan tidak pernah puas dari mencintai-Mu. Oh. betapa rindunya pada Dia. Yang melihatku tapi aku tidak melihat-Nya.”
Dalam hadis yang lain beliau
bersabda: Tentu cinta pada Allah adalah sejenis cinta murni. Tidak terselubung
di dalamnya rasa benci, enggan dan murka. Cinta pada Allah adalah cinta pada
kemutlakan; cinta yang tidak bertepi dan tidak berujung. Tapi bagaimana dengan
cinta pada Muhammad saw? Apakah cinta kepada Muhammad yang diwajibkan Allah
kepada kita adalah sejenis cinta semu atau cinta murni. Nabi saw bersabda:
“Cintailah Allah karena nikmat yang telah dianugerahkan-Nya pada kalian, cintailah
aku karena cinta Allah (padaku) dan cintailah Ahli Baitku karena
cintaku.”"Tidak beriman seorang hamba sehingga aku lebih ia cintai
daripada dirinya sendiri dan itrah (keluarga)-ku lebih ia cintai ketimbang
keluarganya.”
Melihat hadis ini dan hadis-hadis
sejenis yang lain terasa bahwa tuntutan untuk mencintai Muhammad dan
keluarganya bukan sejenis cinta semu yang kapan pun boleh hilang atau
dihilangkan. Secara vertikal, ketika kita mencintai mereka sebenarnya kita juga
mencintai Allah dan ketika kita membenci mereka kita pun membenci Allah.
“innama yuridullahu liyudzhibaankum
‘rijsa ‘ahlul bayt wa yuthahirakum tadzhira”
(Sungguh tiada lain Allah berkehendak memelihara kamu dari dosa-dosa, hai Ahlul bayt nabi dan mensucikan kamu dengan sesuci-sucinya QS.Al-Ahzab 33)
(Sungguh tiada lain Allah berkehendak memelihara kamu dari dosa-dosa, hai Ahlul bayt nabi dan mensucikan kamu dengan sesuci-sucinya QS.Al-Ahzab 33)
Kemulian Beliau
“Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Al-Quran Surat Al-Ahzab 56. (سورة الأحزاب ).
--------------------------
"Aku tidak pernah mengharapkan sesuatu dari kalian kecuali apa yang Allah perintahkan kepada kalian untuk selalu mencintai keluargaku. Hati-hatilah! Jangan sampai kalian menemuiku di telaga surga nanti dalam keadaan membenci keluargaku, menzalimi atau bahkan membunuh mereka!"
--------------------------
"Aku tidak pernah mengharapkan sesuatu dari kalian kecuali apa yang Allah perintahkan kepada kalian untuk selalu mencintai keluargaku. Hati-hatilah! Jangan sampai kalian menemuiku di telaga surga nanti dalam keadaan membenci keluargaku, menzalimi atau bahkan membunuh mereka!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar